Ada apa dengan Digitalisasi Penyiaran di Indonesia?







Dengan adanya perkembangan teknologi yang semakin pesat dan sangat sulit dihindari menimbulkan berbagai macam teknologi baru termasuk adanya digitalisasi. Konvergensi media yang membuat adanya perubahan sistem analog menjadi sistem digital pada penyiaran menuntut negara kita bermigrasi ke sistem yang lebih baik. Adanya kebijakan dari ITU ( International Telecommunication Union ) yang mengharuskan beberapa negara untuk menghentikan penyiaran sistem analog pada tahun 2015 membuat Indonesia juga harus mulai memikirkan cara agar dapat ikut transisi. 

Ada beberapa hal yang menjadi urgensi dalam migrasinya sistem penyiaran di Indonesia. Selain adanya kebijakan ITU tersebut ada pula permasalahan dalam sistem penyiaran analog. Jika melihat negara lain yang sudah bermigrasi ke sistem digital pada beberapa tahun yang lalu dapat dikatakan bahwa saat ini hanya Indonesia yang masih bergelut di sistem analog. Untuk itu pasti akan susah melakukan perawatan dalam infrastruktur di sistem analog. Mustahil untuk mendapatkan suku cadang yang baru karena sistem analog sudah banyak ditinggalkan oleh negara-negara maju. 

Selain itu yang dapat di perhatikan adalah efisiensi dari sistem frekuensi. Jika menggunakan sistem analog spektrum frekuensi yang digunakan untuk menyiarkan program siaran adalah satu spektrum untuk satu siaran. Sedangkan dalam sistem digital penggunaannya akan lebih hemat dan efisien. Menggunakan satu spektrum frekuensi dapat digunakan untuk 12 kanal siaran televisi.

Manfaat yang kita dapat kalo gunain sistem digital pastinya kualitas suara dan gambar akan lebih bagus. Karena dengan sistem digital ada teknologi baru yang digunakan dalam meyiarkan televisi yaitu DVB T2 (Digital Video Broadcasting Second Generation). Gak akan liat banyak semut lagi kalo lagi nonton TV. Nantinya untuk bisa menikmati tayangan TV digital akan digunakan alat seperti dekoder atau yang dikenal dengan set top box. Nah set top box ini dapat kita beli denger-denger harganya emang gak murah. Tapi ada wacana juga katanya set top box ini akan di bagikan secara gratis ke berbagai kalangan masyarakat. Hmmm kita liat aja nanti ya gimana, di tunggu realisasi dari wacananya ya pak kominfo hehe

Transisi dari analog menuju digital ini emang gak gampang guys. Banyak banget polemiknya. Ada aja permasalahan yang timbul menghambat persiapan digitalisasi penyiaran. Salah satu permasalahan yang adalah regulasi. Peraturan serta pelembagaan perizinan penyelenggaraan penyiaran televisi digital terestrial penerimaan tetap tidak berbayar, tidak sampai pada arah pencegahan monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat di bidang penyiaran. Sejak Permen Kominfo Nomor 22 tahun 2011 dikeluarkan, tidak hanya KPI, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan komunitas penyiaran telah menyuarakan penolakannya dan mengingatkan bahaya di balik hal tersebut. Bahaya terbesar menurutnya adalah Permenkominfo tersebut hanya melanjutkan sistem penyiaran (digital) yang monopolistis, oligarkis, Jakarta sentris, dan jauh dari kepentingan rakyat Indonesia secara umum.


Menurut AJI, dengan aturan tersebut, semua kanal digital yang jumlahnya banyak dapat diberikan pemerintah kepada pemodal yang kuat atau pemenang tender, tanpa ada perlindungan yang proposional untuk Lembaga Penyiaran Publik (LPP), Lembaga Penyiaran Lokal (LPL), Lembaga Penyiaran Berjaringan (LBJ), maupun Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK). Terbukti bahwa lembaga yang memenangi tender dan memiliki kanal TV digital akhirnya Lembaga Penyiaran Swasta (LPS) yang selama ini mendominasi sistem penyiaran analog, dengan berbagai permasalahan dan perilaku yang merugikan dan mengecewakan publik. Jelas, Peraturan Menteri ini bersikap diskriminatif terhadap LPP.

Tidak hanya AJI, Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia dan Asosiasi Televisi Lokal Indonesia pun menggugat Permen ini karena bernegasi dengan jiwa UU Penyiaran. Tidak ada jaminan bagi lembaga penyiaran swasta yang sudah memiliki izin penyelenggara penyiaran dapat melakukan kegiatan penyiaran. Selain itu, penerapan analog switch off juga tidak diatur dalam UU Penyiaran. Terlebih lagi, KPI tidak diberikan peranan apapun dalam Permen ini, berbeda dengan UU Penyiaran saat ini.Dengan begitu konsep diveristy of content dan diversity of ownership bisa saja tidak terlaksana. Karena masih banyaknya kebijakan - kebijakan yang mengunggulkan pihak lembaga penyiaran swasta dibanding lembaga penyiaran lokal. Dominasi dari televisi swasta pada sistem televisi analog seharusnya dijadikan sebuah pembelajaran dan evaluasi terkait juga dengan kualitas siaran televisi. Dengan adanya digitalisasi sebaiknya tidak malah mematikan konten lokal pada televisi.

Nah guys sebenernya kalo mau ngomongin tentang digitalisasi penyiaran sebenernya gak akan ada abisnya. Pembahasannya panjang banget. Ini aja gue mencoba untuk merangkum dari makalah tugas kelompok gue. Kalo kalian mau makalah yang lengkap bisa banget kok hubungin gue hihi. Oiya gue juga sempet bikin infografis tentang digitalisasi ini dan ada juga presentasi yang kelompok gue presentasiin beberapa semester lalu hehe
https://www.slideshare.net/ayumulyara/ada-apa-dengan-digitalisasi-penyiaran-indonesia



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Film : College Road Trip

Tongseng Enak di Jalan Surabaya Jakarta

Cerita anak magang : Magang di Trans 7 Part 1